Bima, Rupe.id– Doro Umbu Tempo dulu adalah Tempat asal muasal lahirnya peradaban, budaya serta sebagai Pemukiman awal para nenek moyang masyarakat Rupe. Sejarah mencatat asal muasal peradaban masyarakat Rupe bermula di Doro Umbu. Pusat segala interaksi sosial dan budaya dilaksanakan. Di doro Umbu hingga saat ini masih berdiri kejar sebuah Pohon asam besar dalam istilah warga setempat dikenal dengan Fu’u Mangge Na’e Parafu Doro Umbu. Dinamakan Pohon Mangge Na’e Parafu Doro Umbu, pohon ini sudah ada sejak jaman naka/Ncuhi (Jaman pra-sejarah)
[Baca juga : Sejarah Asal Muasal Desa Rupe – DESA RUPE KECAMATAN LANGGUDU KABUPATEN BIMA]
Fu’u Mangge Na’e Parafu Doro Umbu memiliki cerita yang menarik yang terangkai menjadi sebuah kisah yang hingga kini masih membekas dalam ingatan masyarakat setempat. Cerita Tentang Fu’u Mangge Na’e Parafu Doro Umbu walaupun mulai terkikis jaman, namun bagi para orang tua atau tokoh adat setempat cerita ini masih hidup. Inilah yang memotivasi saya untuk menelusuri ceritanya.
Konon katanya, Para Ncuhi Doro Umbu (baca: Pemimpin, Kepala Suku) yang hidup di Doro Umbu bersama keturunannya saat itu sangat bergantung kepada alam dan sangat menjaga dan menghormati apa yang alam berikan kepada mereka.
Sebab masa ini berdasarkan ilmu sejarah mereka hidup dijaman berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka mengumpulkan makanan dari berburu rusa, mengumpulkan umbi-umbian dan kerak dari laut sebagai sumber makanan.
Dalam peradabannya Para Ncuhi Doro Umbu memiliki ilmu alam sehingga mampu mempelajari dan memahami fenomena alam dengan baik. Dalam keyakinan warga setempat, dikenal dengan Ncuhi ma Ngaji Dana, Ncuhi Ma Ngaji Oi, Ncuhi Ma Ngaji Angi dan Ncuhi ma Ngaji Afi.
Dengan kesaktian tersebut, para Ncuhi yang menetap bersama keturunannya di Doro Umbu, dapat memahami ilmu alam seperti ilmu angin, ilmu api, ilmu tanah dan ilmu air. Ke-empat elemen tersebut dapat mereka pahami dengan baik. Sebab, kondisi alam saat itu adalah hutan belantara yang dipenuhi hewan-hewan buas yang mematikan. Maka, para Ncuhi Doro Umbu amat Menjaga keseimbangan dan kelestarian alam, sebagai tempat mereka menetap dan melangsungkan kehidupan. Sebagai bentuk rasa syukur mereka kepada Tuhan yang maha kuasa atau dikenal dengan istilah “Marafu“. Para Ncuhi melaksanakan upacara “Doho Dore” tepat di Fu’u Mangge Na’e Parafu sebagai tempat bersemayamnya “Marafu” yabg disebut “Parafu ro Pamboro” sedangkan keyakinan kala itu dikenal dengan kepercayaan “Makamba-Makimbi [Baca: Animisme dan Dinamisme].
Ncuhi atau Naka Doro Umbu bukan hanya seorang pemimpin agama tetapi juga pemimpin dalam kehidupan sehari-hari. Ncuhi sangat dihormati, sehingga masyarakat kala itu, selain menyembah “Marafu” juga menghormati arwah para leluhur terutama para Ncuhi atau Naka. Mereka juga menjunjung tinggi asas “Mbolo Ro Dampa” (musyawarah) dan “Karawi Kaboju” (Gotong royong). Segala sesuatu selalu dirapatkan atau dimusyawarahkan.
Hingga suatu masa keturunan para Ncuhi ini, pindah ke kawasan yang saat ini di kenal dengan “So Carigala“. Dinamakan carigala sebab saat itu para Ncuhi hidup bersama anak Raja yang memiliki rambut yang amat panjang. Dalam istilah leluhur saat itu panjangnya sepanjang “Gala” artinya ukuran panjang rambut anak Raja tersebut lebih dari 7 meter. Disinilah pertama kali keturunan para Ncuhi/Naka melalui Ncuhi Ma Ngaji Dana, mengembangkan ilmu pertanian. [Masa Bercocok Tanam]
Berdasarkan informasi dari tetua atau tokoh masyarakat yang ada di desa Rupe, ketika ada kejadian atau musibah yang akan melanda kawasan Rupe, para nenek moyang melalui Ncuhi Doro Umbu akan menyampaikan pesannya dengan cara memasuki raga keturunannya atau dirasuki oleh roh halus (baca; Jin). Bahkan sebagian warga sering mendengar adanya suara-suara aneh seperti orang-orang yang berkumpul, bermain layaknya suatu perkampungan besar yang bersumber dari sekitar Fu’u Mangge Na’e Parafu Doro Umbu.
Menurut keyakinan warga setempat, orang yang dirasuki roh atau arwah para leluhur, biasanya akan menyampaikan pesan akan larangan maupun pesan akan datangnya malapetaka. Diyakini juga bahwa Fu’u Mangge Na’e Paeafu Doro Umbu merupakan pintu Gerbang Alam Ghaib dan Alam Nyata sehingga perlu dijaga keharmonisannya.
Peristiwa dan keanehan ini juga pernah disaksikan seorang warga saat hendak mencari madu di hutan So Ompu La Horu. Ketika saat itu terjadi perang kampung antara Desa Rupe dengan Karumbu sekitar tahun 90an. Terlihat dari atas Hutan, Dana Rupe dipenuhi oleh orang-orang berbadan besar, tinggi kekar sekitar 7meter berjubah putih lengkap dengan prajuritnya membantu masyarakat setempat. Dan mereka berada tepat dibarisan depan. Menurut keyakinan masyarakat setempat, mereka adalah Para Ncuhi Doro Umbu yang menjaga Dana ro rasa, sebagian warga juga meyakini itu adalah sosok syech yang dihidup dijaman Kesultanan Bima yang membawa ajaran islam di dana Rupe yang biada mengenakan Jubah Putih dan Berkuda Putih Tman dari Syekh Maulana dan Syekh Muhammad yang kini makamnya telah ditemukan di Doro Belo Kecamatan Belo [awal masuk islam sekitar tahun 1619 M, Sejak La Ka’i (Sultan Abdul Khair Memeluk islam]
Menariknya Keyakinan dan kepercayaan ini, di era kekinian mungkin dianggap mitos. Namun, sejarah mencatat Fu’u Mangge Na’E Parafu Doro Umbu adalah pusat icon leluhur atau nenek moyang kita saat itu. Memiliki aura mistik yang sangat kental. Saat ini pula, jejak peradaban para leluhur di Doro Umbu masih dapat dijumpai seperti ditemui batu-batu besar lengkap dengan Kuburan Tua.
Doro umbu selain sebagai pemukiman awal yang menyimpan sejuta nilai sejarah asal usul peradaban Masyarakat Desa Rupe, sebagai generasi yang baik, Doro Umbu perlu kita jaga, kita lestarikan sebagai lokasi atau objek bersejarah yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita akan nilai-nilai sejarah, Budaya serta potret Sejarah Dou Labo Dana Desa Rupe. Tetap menjaga keseimbangan alam seperti para leluhur kita dulu, bijak memanfaatkan SDA yang tersedia, bersyukur atas apa yang alam berikan sehingga kelangsungan hidup generasi selanjutnya dapat terwariskan. #SaveDoroUmbu #StopBabatLiar #SaveIconSejarahTempoDulu #SaveParu-ParuDesa (red/KM)
Penulis :Kamaruddin, S.Pd